Kamis, 23 Agustus 2012

Business School/Education Programs


Strategic Implications of Specialized Business School Accreditation:
End of the Line for Some Business Education Programs?

ABSTRACT. In recent years, the competitive environment for business education has been rapidly changing. Although 1st-tier schools and colleges of business generally resolved accreditation issues long ago, other institutions are increasingly considering specialized accreditation as a strategic tool in the competition for students and institutional prestige. In this article, the authors examine the roots of this trend and propose possible implications in terms of accreditation, faculty, and funding for regional state universities and smaller institutions maintaining affiliation with churches or other religious organizations. The authors suggest several key considerations for decision makers, including the possibility that some institutions will be unable to continue to offer studies in business education.

Keywords: Accreditation, Business Education, Competition

CHRISTIAN RELIGIOUS EDUCATION CURRICULA


ANALYZING AND EVALUATING

CHRISTIAN RELIGIOUS EDUCATION CURRICULA

ABSTRACT. Historically, there has been theological evaluation of Christian religious education curricula, but there is a lack of systematic pedagogical evaluation of Christian religious education material. Consumer and market demand for material has resulted in very little serious examining of the material being produced. Consequently, Christian religious education material used in the church context often remains virtually unchallenged. Using current research and exiting evaluation documents, this exploration raises possible parameter for a method through which to examine and evaluate curriculum, recognizing the need for an approach that critically examine the approach to teaching and learning that undergird existing Christian religious education materials.
 Key Words: Curriculum Evaluation, Curriculum Development, Pedagogy, Multicultural


Selasa, 07 Agustus 2012

PAK dan Pelestarian Lingkungan Hidup


PAK
&
TEOLOGI EKOLOGI

I. Pendahuluan
            Suatu kenyataan ekologis yang tidak dapat dihindari di awal permulaan abad 21 ini adalah terancamnya planet Bumi tempat berdiam seluruh komunitas makhluk hidup. Ekosistem dalam dunia ini pada tempat-tempat tertentu sudah rusak dan terancam punah. Pencemaran lingkungan dalam berbagai aspek baik itu pencemaran udara (Air Pollution), pencemaran air (Water Pollution), maupun pencemaran tanah/daratan (Soil Pollution) yang berkorelasi dengan problematika seperti penciutan hutan tropis,[1] penipisan lapisan ozon[2]  dan hujan asam,[3] makin marak dengan disertai teknologi mekanisme dan proses industrialisasi yang memakai topeng pembangunan yang membawa masyarakat ke dalam pola-pola hidup mewah dan konsumtif.[4] Akumulasi dari krisis-krisis ini berakibat luas dan menimbulkan transformasi keseluruh sistem kehidupan. Kecenderungan manusia untuk merubah bumi (alam), khususnya dengan perkembangan teknologi dan maraknya pembangunan dimaksud, telah membawa perubahan pada bumi ini, baik sistem maupun stuktur ekologisnya secara cepat dan fundamental. Penerobosan teknologi dan pembangunan membuka peluang besar bagi manusia untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi bumi (alam) tanpa terimbangi dengan upaya konservasi sebagai tindakan antisipatif atas kerugian dan degradasi ekologis (alam) yang ditimbulkannya. Krisis global ekologi seperti Efek Rumah Kaca (Greenhouse Effect) yang ber-impact pada Pemanasan Global (Global Warming) dengan disertai sederet problematika ekologis yang menyentuh segala aspek kehidupan manusia pun terjadi, dan memberi dampak urgensi-krusial bagi ekosistem Bumi.[5]  


[1] Wartono Kadri, Pengelolaan Hutan dan Jiwa Kerimbawaan, (Jakarta: LITBANG Departemen Kehutanan, 1988)
[2] Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan, (Bandung: Penerbit Djambatan, 2001), p. 18
[3] Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: ANDI, 2001), p. 48
[4] Suma Djajadiningrat, Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencemaran Air, Tanah, dan Udara, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1989), p. 21
[5] Josua P. Sibarani, Artikel: Selamatkan Lapisan Ozon Mulai Dari Diri Sendiri!, (Kompas, 27 September 2002), www.kompas.com
 

Teologi Yohanes VS Gnostik


Teologi Yohanes
(VS : Gnostik)

1). Apa itu Gnostik?
            Gnostik adalah suatu faham yang berasal dari kata Yunani “Gnosis” yang artinya “pengetahuan” sangat erat hubungannya dengan faham Neoplatonisme dan merupakan suatu peleburan dari gagasan-gagasan filsafat Yunani Kuno dan agama-agama misteri. Terkandung juga dicampur dengan faham-faham Kristiani.[1]
            Gnostik (Yunani: Gnosis, pengetahuan). Secara tradisional pada ajaran sesat yang aktif bergerak pada abad 2, yang tegas ditolak oleh gereja. Tapi sejak abad 20 ini, istilah gnostik di gunakan juga secara luas terhadap bentuk-bentuk kepercayaan agama manapun, dimana dualisme dan penguasaan pengetahuan adalah penting ; sebab itu agama zeroaster, ajaran Mandae, sastra Hermes, Gulungan Laut Mati dan Perjanjian Baru pun di cap sebagai “Gnosis”.[2]


[1] Scheunemann, Rainer, 2004, Sejarah Filsafat Barat, Papua: STT “I.S. Kijne. Hlm. 60
[2] Douglas, J.D, 2007,  Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, Hlm. 343
 

Theological Issues and Christian Education


A Theologian Addresses Current Theological Issues
 Impinging on Christian Education

Abstract:
A systematic theologian offers a theological aggiornamento (bringing-up-to-date) of two critical doctrinal areas that affect Christian Education: (a) the doctrinal of Scripture, with particular attention to recent challenges to the inerrancy of Scripture, and (b) the doctrine of humanity, with particular focus on the latest findings from neurophysiology and current evangelical reworkings of the doctrine of theological anthropology. For each doctrinal area, explored, implications for Christian educators are indicated and discussed.
   

The Church Must Teach - Or Die !


THE FUTURE IS IN YOUR HANDS….

The gifts you plan for today can leave a lasting legacy for future generations and help shape the kind of church your children and grandchildren will inherit:
  • A bequest can help ensure that your congregation will have a vital youth ministry for generations to come. 
  • A gift of stock can provide bursaries for ministers who will serve the church of tomorrow. 
  •  The gift annuity can over life-changing mission experiences for future leader of both church and nation. 
  • A life insurance policy can provide emergency relief for victims of disasters that haven’t even happened yet.


Senin, 06 Agustus 2012

Education As Sacrament

Education As Sacrament

Most Christian institutions have a statement regarding integration, affirming allegiance to a “Christian philosophy of education.” However, when the actual practice of education is examined, there tends to be scant evidence that integration is actually informing the process of education. There seems to be a disconected between that which is affirmed and that which is practiced.
In a very helpful book, Donovan Graham (2003) has addressed this question for Christian elementary and secondary school. He argues that a theology of grace and truth must influence the practice of education, and I believe that he is right. He avers that being a Christian involved in educational practice does not necessarily make one a Christian teacher. Morever, he insist that there is a difference between theological affirmations and actual practice, making a very helpful distinction between professed beliefs and controling beliefs (pp. 16-19). It seems evident to me that one’s theological framework as an educator should influence more than content. Theology should also help answer the question of why one should teach. Both of these questions are integral parts of a philosophy of education. A philosophy of aducation for a Christian that is not guided by theology is, by definition, disintegrated.

Music + Religious

MUSIC & RELIGIOUS


As to reverence, such an approach to education may overemphasize the importance of tradition, of received knowledge, passivity on the part of the learner, and an uncritical acceptance of standard knowledge and practice. Notwithstanding the potentially transformative power of mystery, awe, and a sense of wonder, its darker possibilities of stultifying and reifying knowledge, creating a chasm between those who possess valued knowledge and those who do not, and restricting access to this knowledge to an elite few as a means of wielding power over others must also be acknowledged.

Iman + Pertumbuhan Iman Anak


IMAN
&
PERTUMBUHAN IMAN ANAK

Kajian Teoritis Mengenai Pertumbuhan Iman Anak
a.      Pengertian Iman
            Kata Iman (Ibrani émun) diterjemahkan “Kesetiaan”, namun juga ada istilah lain digunakan kata (Ibrani batakh) yaitu “percaya.”  Sedangkan istilah Iman dalam PB adalah Pistis dan kata kerja Pisteuo Yaitu “mempercayai”, dengan kata sifat Pistos (Douglash, 1994 :430-431), sedang menurut Ricardson Iman (Faith) artinya “to believe.” (1962:151). Maka pengetian Iman menurut Kamus Alkitab adalah “kepercayaan terutama kepada reliabilitas Allah”, pengertian yang modern mengenai iman adalah semacam pengetahuan yang lebih rendah atau penerimaan pendapat atau cerita, yang tidak sepenuhnya dapat dibuktikan (Browning, 2007:150).
            Makna Alkitab Iman adalah berkaitan dengan kepercayaan, yang lebih terletak pada hakikat komitmen, meskipun dalam kenyataan tersirat juga adanya dasar yang membuat iman tidak dapat didukung oleh bukti sejarah secara meyakinkan (Browning, 2007:150).

b.      Iman Menurut Alkitab
            Alkitab menguraikan pendidikan agama dalam PL dan PB. Di mana dasar pengajarannya adalah Alkitab termasuk PL. Pendidikan agama dalam PL tidak terlepas dari pendidikan agama Yahudi, dan  digolongkan dalam dua bagian besar dengan batas pembuangan Israel ke Babel (Graendorf, Werner, 1988:26).      

Konsep + Pelaku PAK

KONSEP & PELAKU PAK


Dari sudut etimologi istilah pendidikan merupakan terjemahan dari “education” dalam bahasa Inggris. Kata “education” berasal dari Bahasa Latin: ducere yang berarti membimbing (to lead), ditambah dari awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi arti dasar dari pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar (Numahara, 2007:8).
Jadi pendidikan merupakan suatu usaha  yang sadar, sistematis dan berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai keterampilan-keterampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun hasil apapun dari usaha tersebut.
Defenisi pendidikan secara umum akan membentuk pemahaman mengenai pendidikan agama Kristen. Pendidikan Agama Kristen adalah usaha untuk membantu anak yang dididik  tumbuh berkembang mencapai suatu kepribadian yang utuh, yang mencerminkan manusia sebagai gambar dan rupa Allah yang memiliki kasih dan ketaatan kepada Tuhan, kecerdasan, ketrampilan, budi pekerti luhur serta rasa tanggung jawab dalam pembangunan bangsa dan Negara (PGI, 1989 : 8).
Berikut ini merupakan pandangan-pandangan  menurut  para theolog mengenai PAK, yaitu :

Minat Terhadap PAK


MINAT 
TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

         Secara etimologis, pengertian minat ialah kemauan  untuk mempelajari (Learning)  dan mencari sesuatu. Secara (Terminologi), minat adalah keinginan, kesukaan dan kemauan terhadap sesuatu hal. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Minat juga dapat dipahami sebagai, keinginan atau kesukaan. Dalam hal ini minat adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan berhubungan erat dengan sikap.


TEOLOGIA YOHANES

PASAL 16


Dalam Injil Yohanes mengandung banyak kontras (perpindahan yang cepat dari satu situasi kepada situasi yang lain). Pada saat Injil ini ditulis, jemaat Yahudi sudah menjadi jemaat yang matang; dari sikap yang memisahkan diri kepada kerinduan untuk menjangkau semua bangsa mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan satu-satunya Juruselamat. Karena dengan alasan yang demikianlah maka Injil Yohanes ditujukan kepada semua bangsa. Maksud dan tujuan penulisan adalah untuk memperkenalkan Yesus Kristus kepada orang Yahudi dan non-Yahudi. Gaya bahasa dan penulisan Injil Yohanes sederhana namun sangat bermakna.  

Sabtu, 04 Agustus 2012

KURIKULUM PAK

KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Pengertian Kurikulum

            Penggunaan istilah kurikulum dalam pendidikan banyak digunakan mulai abad dua puluh ini. Hal itu ditandai dengan dipublikasikanya buku The Curriculum yang ditulis Franklin Bobbit pada tahun 1918. Setelah itu, tulisan-tulisan yang membicarakan kurikulum bermunculan.

Rumusan Saylor, Alexander, dan Lewis (1981)
            Saylor dan kawan-kawannya dalam bukunya yang berjudul Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1981) mengemukakan empat kategori kurikulum, yaitu:
  1. Rencana mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran
  2. Rencana pengalaman belajar
  3. Rencana tujuan pendidikan yang hendak dicapai
  4. Rencana kesempatan belajar. 

PAK Dalam Alkitab


Pendidikan Agama Dalam Alkitab            

            Mengajar adalah suatu usaha yang ditujukan kepada pribadi tiap-tiap pelajar. Meskipun pengajaran itu diberikan serempak kepada sejumlah orang bersama-sama, tetapi maksudnya ialah masing-masing pelajar akan menyambut dan menyambut pengajaran itu secara perseorangan.
Ingatlah akan cara mengajar yang sering dipakai Tuhan Yesus sendiri. Bilamana orang bersoal kepadaNya, Ia tidak member jawaban langsung dengan tegas, tetapi Ia memaksa sipenanya itu berpikir dan memberi jawab sendiri. Tuhan Yesus mementingkan pertanggungan jawab masing-masing manusia terhadap soal-soal iman dan kelakuan.
Inilah harapan dan doa setiap orang guru P.A.K yang insaf akan maksud pekerjaannya, ialah supaya Tuhan dapat memakainya untuk menanam dan memelihara bibit iman itu di dalam hati segala anak didikannya, sehingga iman itu akan bertumbuh dan berbuah dalam hidup anak-anak.


Katekisasi


KATEKISASI
Sejarahnya
            Katekisasi telah ada dalam Gereja lama pada abad-abad pertama tarikh Masehi kita. Dalam abad kedua pendidikan Gerja terhadap calon-calon untuk baptisan orang yang dewasa telah diatur dengan saksama. Gereja menuntut supaya mereka belajar selama tiga tahun, barulah mereka diuji dan diterima pada Baptisan dan Perjamuan suci. Setelah diselesaikannya pelajarannya dalam kelas-kelas katekisasi, calon-calon anggota itu disiapkan dengan pelbagai upacara yang istimewa. Mereka berdoa dan berpuasa; mereka dimandikan dan diurapi, lalu diberi pakaian baru dan seringkali nama baru juga.


Rabu, 25 Juli 2012

QUO VADIS PAK INDONESIA ???

Quo Vadis PAK di Indonesia?

Kemana arah dan tujuan PAK di Indonesia ini?
Tiap-tiap gereja, lembaga pendidikan negeri dan swasta telah "memilih" arah dan tujuan masing-masing.
Masing-masing "menjual" kelebihannya, dan hal ini mengarah pada persaingan (bisnis PAK) yang berlebelkan kristen. Di sisi lain, ini mengakibatkan muncul banyak arah dan tujuan PAK, yang sebenarnya semua itu dapat dipadukan. Seperti uang koin yang memiliki 2 sisi, saling melengkapi, yang tidak dapat digunakan jika sisi yang lain itu hilang.

Banyak jalan menuju Roma?
Banyak jalan pula menuju PAK yang "Alkitabiah".
Jalan yang banyak ini menuju "satu tujuan" yang sama.
Yang membedakan hal ini adalah sudut pandang masing-masing aktivis PAK. Mereka bebas memilih jalan yang akan mereka lalui. Dan tidak jarang tidak sampai pada tujuan yang semula.

Quo Vadis PAK di Indonesia???
>>> Silakan Jawab Sendiri <<<

Jumat, 13 Juli 2012

"Aku Kristen."

Bila kubilang ... "Aku Kristen"

Bila kubilang … “Aku Kristen”
Aku tak ‘kan berteriak “Aku diselamatkan”
Aku berbisik “Aku tersesat!”
”Maka kupilih jalan ini.”